Lensa-informasi.com,BANYUASIN – Polemik penyelesaian sengketa lahan di Desa Sejagung, Kecamatan Rantau Bayur, kembali memanas setelah masyarakat menilai Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuasin tidak menjalankan mekanisme secara objektif dan transparan. Rapat penyelesaian konflik yang digelar selasa, 25 November 2025 di Ruang Rapat Sekretaris Daerah (Sekda) Banyuasin, dinilai tidak melibatkan seluruh pihak yang berkepentingan.
Reno Wardono, S.H., M.H., selaku Kuasa Hukum Masyarakat Desa Sejagung Bersatu, menyampaikan kekecewaannya terhadap tidak diundangnya kliennya dalam rapat tersebut. Menurutnya, absennya masyarakat bukanlah sikap menolak atau mangkir, melainkan akibat tidak adanya undangan resmi dari Pemkab Banyuasin maupun dari Pemerintah Desa Sejagung.
“Ini persoalan serius. Rapat membahas masa depan masyarakat dan hak atas tanah mereka, namun pihak yang paling berkepentingan justru tidak diberi kesempatan hadir. Klien kami tidak menerima undangan resmi dalam bentuk apa pun, baik surat tertulis, pemberitahuan lisan, maupun informasi dari pihak desa,” tegas Reno dengan nada kecewa.
Ia menjelaskan bahwa masyarakat baru mengetahui adanya rapat setelah pihak kepolisian menghubungi mereka sekitar 30 menit sebelum rapat dimulai, untuk menanyakan kehadiran. “Situasi ini sangat janggal. Bagaimana mungkin sebuah rapat penyelesaian konflik digelar tanpa mengundang pihak yang dirugikan? Ini menunjukkan tata kelola yang tidak sehat dan berpotensi memunculkan dugaan keberpihakan,” ujarnya.
Masyarakat: “Kami Bukan Mangkir, Kami Tidak Pernah Diberitahu”
Perwakilan masyarakat, Sobri, juga menegaskan bahwa tuduhan mangkir yang beredar di pemberitaan sebelumnya sangat tidak berdasar. Menurutnya, informasi tersebut merugikan nama baik masyarakat yang sejak awal justru selalu proaktif memperjuangkan hak atas lahan mereka.
“Kami ingin meluruskan. Kami bukan mangkir. Kami tidak pernah menerima undangan resmi dari Pemkab maupun dari pihak desa. Tidak ada surat, tidak ada pesan, tidak ada pemberitahuan. Kalau tidak diberi tahu, bagaimana kami bisa hadir?” kata Sobri.
Sobri menilai bahwa informasi yang beredar sebelumnya tidak menggambarkan kondisi sebenarnya di lapangan. Ia berharap semua pihak, termasuk media, menyajikan pemberitaan yang seimbang agar masyarakat tidak menjadi korban opini sepihak.
Dugaan Ketidaknetralan Pemkab Menguat
Masyarakat dan kuasa hukum menyoroti bahwa ketidakhadiran undangan resmi bukan sekadar kelalaian administratif. Mereka menilai pola komunikasi pemerintah yang tertutup menimbulkan tanda tanya besar mengenai profesionalitas dan netralitas Pemkab Banyuasin dalam kasus ini.
“Ketika pihak masyarakat tidak diundang, sementara pihak lain hadir lengkap, tentu wajar bila muncul dugaan ketidaknetralan. Pemerintah seharusnya menjadi fasilitator, bukan aktor yang memperkeruh suasana,” jelas Reno.
Ia menambahkan bahwa penyelesaian konflik lahan tidak boleh dilakukan secara sepihak, apalagi dengan mengabaikan hak masyarakat untuk didengar. “Jika proses awal saja sudah tidak terbuka, bagaimana masyarakat bisa berharap keputusan yang adil?” tegasnya.
Masyarakat Minta Rapat Ulang, Hadirkan Seluruh Unsur Penentu
Atas peristiwa tersebut, Masyarakat Desa Sejagung Bersatu melalui kuasa hukumnya secara tegas meminta Pemkab Banyuasin untuk mengagendakan ulang rapat secara resmi dan terbuka. Mereka menegaskan bahwa rapat ulang wajib melibatkan seluruh unsur yang memiliki kewenangan dan pengetahuan teknis terkait sengketa lahan, yakni:
- BPN (Badan Pertanahan Nasional)
- Kejaksaan Negeri (Kejari)
- Kepolisian
- DPRD Kabupaten Banyuasin
“Rapat harus digelar ulang dengan menghadirkan semua pihak yang memiliki kapasitas legal dan kewenangan pengawasan. Jangan ada lagi rapat tertutup, jangan ada pihak yang tidak diundang. Penyelesaian konflik harus dilakukan secara komprehensif, transparan, dan akuntabel,” ujar Reno.
Ia menekankan bahwa masyarakat Desa Sejagung Bersatu telah lama memperjuangkan hak mereka dan selalu hadir ketika dipanggil secara resmi. Karena itu, tuduhan mangkir dan ketidakhadiran yang disorot dalam pemberitaan sebelumnya harus diluruskan secara objektif.
Harapan Masyarakat untuk Proses yang Adil
Masyarakat berharap Pemkab Banyuasin mampu memperbaiki proses komunikasi dan memastikan bahwa seluruh langkah penyelesaian konflik dilakukan dengan menjunjung asas keadilan. Masyarakat juga meminta agar pemerintah kembali pada fungsi utama sebagai mediator yang netral, bukan memunculkan kesan keberpihakan yang dapat memperburuk tensi di lapangan.
“Kami hanya ingin proses yang jujur dan terbuka. Ajak kami duduk bersama, berikan kami hak didengar, dan libatkan semua lembaga berwenang. Itu saja,” tutup Reno. (Red)







