
Lensa-informasi.com, Pagar Alam – Kasus tumpang tindih sertifikat tanah seluas 6.090 m² di kawasan Tegur Wangi Baru, Kelurahan Pagar Wangi, Kecamatan Dempo Utara, Kota Pagar Alam, hingga kini tak kunjung selesai. Sudah satu tahun tiga bulan sejak pertama kali dilaporkan, namun Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Pagar Alam dinilai tidak serius menangani persoalan ini.
Rio, salah satu pihak yang memenangkan lelang sebidang sawah atas nama Rusdi di Bank Syariah Indonesia (BSI), mengungkapkan kekecewaannya. Ia menuturkan, sejak mendaftarkan proses balik nama pada Mei 2024, dirinya justru diberitahu bahwa sertifikat tersebut bermasalah karena terdapat dua sertifikat lain atas nama pihak berbeda, yakni Evi Susanti dan Riki Ricardo.
“Awalnya saya kaget ketika pegawai BPN mengembalikan berkas dengan alasan sertifikat atas nama Rusdi tumpang tindih. Saya lalu mencoba berkoordinasi, bahkan ikut mediasi yang difasilitasi BPN, tapi hasilnya nihil,” kata Rio kepada wartawan, Kamis (25/9/2025).
Rio menjelaskan, BPN Kota Pagar Alam melalui Kasi Sengketa, Tuti, telah memfasilitasi tiga kali mediasi. Namun dari ketiga pertemuan, pihak Evi Susanti dan Riki Ricardo sama sekali tidak pernah hadir. Sementara pihak BSI, Seklur Pagar Wangi, serta Babinsa setempat selalu ikut menghadiri mediasi.
“Mediasi pertama dan kedua saya hadir bersama pihak bank, Seklur, dan Babinsa, tapi Evi dan Riki tidak datang. Mediasi ketiga saya tidak bisa hadir karena sakit, saya wakilkan ke adik ipar. Tapi lagi-lagi pihak yang bersangkutan tidak hadir. Saya kecewa, kasus ini sudah berjalan lebih dari setahun tapi belum juga tuntas,” ucap Rio dengan nada kesal.
Sementara itu, saat dikonfirmasi, Kasi Sengketa BPN Kota Pagar Alam, Tuti, membenarkan adanya kasus tumpang tindih tersebut. Ia menyebut pihaknya sudah menempuh berbagai tahapan, termasuk mediasi tiga kali, dan tinggal menunggu keputusan gelar akhir serta pembatalan dua sertifikat bermasalah.
“Untuk gelar akhir, rencananya bulan Agustus 2025. Namun kami masih menunggu arahan dari Kanwil BPN Sumsel di Palembang,” kata Tuti.
Namun hingga September 2025, gelar akhir yang dijanjikan tak kunjung terlaksana. Bahkan ketika dikonfirmasi ulang, pihak BPN terkesan memberikan jawaban yang berlarut-larut. Kepala BPN Kota Pagar Alam, Riska, sempat menjanjikan penyelesaian dalam sepekan, tetapi hingga berita ini diterbitkan, tidak ada kejelasan.
Kondisi ini membuat publik menilai BPN Pagar Alam tidak profesional dan hanya memberi harapan tanpa solusi nyata. “Masyarakat datang dengan harapan bisa mendapatkan kepastian hukum atas tanahnya, tapi yang terjadi justru tarik ulur waktu. Jika dibiarkan, ini akan merusak kepercayaan publik terhadap BPN,” pungkas Rio.
Tim Redaksi